Tentang Sebuah Kamera dan Perjalanan ke Innsbruck, Austria




Tulisan ini dibuat 4 September 2009, ketika aku tinggal di Austria dan masih Au-pair :)  tapi jalan-jalannya pertengahan Agustus 2009. Banyak memory yang gak bisa dilupakan sampai saat ini. Memory indah bersama teman-teman tercinta dan seperjuangan.

Aku memang suka menulis dan suka berbagi cerita. Terutama tentang pengalaman yang sedih, lucu, dan juga tentang moment bahagia pastinya. Itu buatku suatu hadiah yang berharga untuk masa depan. Ketika aku membaca cerita-cerita lamaku lagi seperti berada di ruang dan waktu, di mana aku dulu berada, jadi seperti menghidupkan kembali suasana dulu. Biarpun kenangan indah gak akan bisa terlupakan begitu saja di memory kita, bukan? Tapi tulisan tentang sebuah pengalaman, jika dibaca kembali, bisa membuatku tertawa dan bahkan menangis. Tiba-tiba kita diajak untuk menjelajahi masa lalu, dan berpikir ke arah lain, apa yang terjadi jika seandainya …  
Aku hanya ingin berbagi cerita dengan kalian, barangkali suatu saat salah satu tulisanku bisa bermanfaat.

So lanjut aja langsung ke ceritanya, sebelum kalian bosan :P


Tentang Sebuah Kamera dan Perjalanan ke Innsbruck, Austria

"Ta...kamu ada permintaan gak buat Natal nanti?" tanya seorang teman. 



"Hmmmm....gak tau, tapi aku pengen dikasih kamera ajalah...gak nolak yakin beneran, haha ngarep!!!"



-Percakapan pendek di Telepon bersama teman-

-Desember 2008- 




Beberapa hari kemudian...

"Eh tau gak?hadiah dari Gastfamilie (Host family) apa coba?" Kataku dengan senangnya. 

"Apa ta?" Tanya ita. (Kebetulan nama teman Ita, jadi, ta dan ta terus di percakapan)

"Ta...dikasih kamera beneran tau!!!" Cerita dengan semangatnya.

"Masa?" 

"Iya... masih gak percaya!!! ya ampun ta seneng banget sampe nangis di depan Gastfamilie, mereka baek banget ya."

"Mereka emang baek ta, kalo emang kita baek juga sama mereka, pasti mereka gak bakal sungkan-sungkan buat ngasih sesuatu." 

-Percakapan di Telepon lagi setelah hari Natal Desember 2008- 

-Saat itu aku masih di Jerman dan tinggal bersama Host Family sampai April 2009, karena aku juga dulu Au-Pair di Jerman sebelum aku ke Austria ;)




Perjalanan ke Innsbruck, Austria 

15 Agustus 2009 




Duduk di pinggir sungai Innsbruck 
dg background pegunungan Alpen
Hari yang benar-benar indah dan tak terduga. Aku pergi ke Innsbruck, salah satu kota besar di Austria, kota yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Di sana aku akan mengunjungi Ita, kaka kembar yang sekarang sudah gak mirip lagi wajahnya. (Kalian bisa kebayang gak sih? kembar tapi ga mirip, Haha)

Pertemuan yang tidak terencana tapi terlaksana. Benar-benar gak sabar ingin segera melihat Innsbruck yang katanya kota indah dengan di kelilingi gunung-gunung, di kereta aku hanya bisa bersabar dengan perjalanan 4 jam lamanya, tapi untungnya di sana aku menemukan teman baru, jadi bisa ngobrol. 

"Kamu suka Lady Gaga? aku juga suka." Tanyaku sok kenal, yang gak sengaja mendengar musik dari seseorang di depaanku, dia berasal dari Irak, namanya aku lupa! Nah loh …


"Kalau kamu mau, aku bisa mengirimnya lewat Bluetooth, mau?" tawarnya. 

"Gak terimakasih, HPku gak punya Bluetooth." jawabku, ingin ketawa keras rasanya tapi ku tahan. 

Kursi kereta di ruanganku yang berjumlah 6 hanya di isi oleh 3 orang. 2 stasiun sudah kulewati, aku harus bersabar untuk melalui 4 stasiun lagi, tapi tidak harus berpindah atau berganti kereta, itu yang membuatku senang dengan kereta Austria. Stasiun ke-3 kulewati, rasanya ngantuk sekali tapi aku tahan dengan coba membaca buku Bahasa Jerman yang kubawa. 

Tiba-tiba seseorang masuk keruangan kita hanya dengan kata "Hallo", dia duduk tepat di depanku. Dia hanya tersenyum. Bertambah satu orang di ruangan kita. Disepanjang perjalanan aku banyak ngobrol dengan orang Irak. Terdengar bunyi telepon dari cowok di depanku, dia berbicara tap gak begitu jelas untuk mengenali bahasanya. 

"Kamu bicara bahasa Italy ya?" tanya orang Irak pada cowok di sebelahnya, setelah dia selesai bercakap di telepon.

"Iya, kamu mengerti bahasa Italia?" tanyanya.

"Hanya sedikit." jawab orang Irak

aku pikir cowok di depanku yang baru saja datang mengerti apa yang kami bicarakan, tapi ternyata dia gak mengerti sama sekali, gubrak!!! pantas dia hanya tersenyum, tersenyum, dan tersenyum ketika aku dan orang Irak ngobrol. Ternyata dia dari Italy dan hanya bisa berbahasa Italia, eh sedikit bahasa Inggris juga. 

Daniel namanya. 

"You?" tunjuk Daniel padaku. 

"Ich bin Rita, I am Rita." jawabku 

"Old?" tanyanya lagi padaku. 

"Ich bin 19 jahre alt, I am 19 years old." 
jawabku memakai 2 bahasa, tapi dia tidak mengerti, akhirnya kuperagakan dengan jari tanganku, setelah 10 jari lalu 9 jari kutunjukan padanya. Dia terkejut, lalu dia juga menunjukan usiannya dengan jari tangan, 2 dan 4, artinya dia 24. Lalu orang Irak pun menirukan dengan jari, 2 dan 5, ternyata dia 25 tahun.

Lalu dia bertanya lagi, tapi aku gak ngerti karena dia memakai bahasa Italia, untungnya orang Irak menterjemahkan bahasanya ke Jerman, lewat orang Irak aku bisa berkomunikasi dengan Daniel, biarpun sempat memakai gerakan tangan atau ekpresi wajah juga. lucu sekali pokoknya!!! Tertawa lepas dengan mereka biar berbeda bahasa kita masih bisa komunikasi dan nyambung. Loh emang ada kabelnya yak?  

Tidak terasa stasiun ke-4 terlewati dan orang Irak harus turun di situ. Kebetulan Daniel juga harus turun di Innsbruck, jadi kita bisa bareng. Hanya 2 stasiun lagi, dan itu benar pegununganpun sudah terlihat jelas dan sangat indah, pake banget tentunya.

"Gunungnya indah ya." kataku dengan Bhs Inggris pada Daniel.

Tiba-tiba dia langsung mengeluarkan kamera dari tasnya dan mencoba memotret gunung-gunung dari jendela kereta, dia mengajaku juga. Aku sendiri heran, dan gak ngerti maksdunya, andai orang Irak masih ada mungkin dia bisa menjelaskan padaku. 

"Makasih, aku juga punya kamera kok." kataku walaupun tidak tau apa maksud dia sebenarnya, mana dia pake bahasa Italia terus. 

Kita berdua memotret gunung dari dalam kereta menggunakan kamera masing-masing, karena kereta terlalu cepat berjalan gambar yang kita ambil gak terlalu bagus hasilnya, Daniel menawarkan bantuan agar dia mengambilkan gambar gunung untuku, gambar yang dia ambil gak terlalu bagus. Aku dan dia tertawa. Orang-orang di sekitar hanya tersenyum melihat dua anak yang ceria mengambil foto-foto dari gunung.

Akhirnya kita sampai di stasiun kereta Innsbruck. Daniel harus meneruskan perjalananya sampai ke Italia, lalu aku menunggu Ita yang akan menjemputku di sana. HP ku benrbunyi. 

"Rita kamu dimana?" tanya Ita di Telpon. 

"Di Gleis 3 ta, woi... ta ada cowok cakep, haha." kataku sambil tertawa keras di depan Daniel, aku cuek aja lagian Daniel gak ngerti bahasaku. (Haha dasar!)

Ita menemukanku yang masih berdiri bersama Daniel. 

"Ta..kamu ketemuan tah sama temen?" tanya Ita agak kaget melihat Daniel. Haha... kaget gara-gara cakepnya mungkin :P

"Gak kok, aku kenal barusan di kereta." jawabku sambil mengenalkan Daniel ke Ita. 

"Daniel." katanya sambil menjulurkan tangan.

"Ita." 

"Hah..Rita?" kata Daniel menunjuk pada Ita.

"No, no she is Ita, Rita is me."

Setelah Itu aku dan Ita menolong dia menunjukan Gleis 7, karena dia harus naek kereta 1 kali lagi. Lalu kita say goodbye ke dia, dan berpisah. 


Lanjut ke cerita berikutnya, dan kami masih berada di stasiun Innsbruck, tentunya tanpa Daniel. 



Perjalanan ke Brenner, Italia bersama Ita 



Kiri Ita ;) kanan Rita
foto ini diambil ketika kami berkunjung
ke teman di Vienna 2009
"Akhirnya kita ketemu lagi, padahal minggu kemaren kamu ada di St. Pölten ya ta."



"Iya..dihhh bli nyangka."  Kataku (arti: iya ih gak nyangka)

Percakapan udah mulai Jawa. 


"Ta...padahal tadinya aku tuh mikir kalo kamu gak mau diajak ke Brenner soalnya takut capek sih, kan perjalanan ke sini aja udah 4 jam, tapi boro-boro capek malahan kamu semangat pisan, gak ada capek-capeknya sih Ta."
papar Ita panjang lebar. 

"Iya nih heran...kapan ya aku capek?haha." (Kalau capek bukan Rita berarti :P)

Perjalanan memang gak terlalu lama, untuk ke Brenner Italia hanya membutuhkan 1 jam saja dari Innsbruck. Kita di sana menghabiskan waktu sekitar 3 jam, aku banyak mengambil foto-foto, di sana. Kita juga ke Outlet yang memang semuanya merk dari Italia.


Perjalanan ke rumah Host Family Ita

Setelah bernarsis dan shopping kita kembali ke Innsbruck. Kita juga menyempatkan foto-foto di kotanya, yang memang indah dan di kelilingi gunung juga (secara di situ sudah dekat banget dengan pegunungan Alpen), di sana juga ada Goldendachel, atap yang terbuat dari emas, itu salah satu wisata yang terkenal di Innsbruck selain pegunungan Alpen dan bermain ski, banyak turis yang berkunjung, bahkan orang Indonesia sendiri juga banyak, biasanya setiap akhir pekan. 

"Udah males oi narsisnya, capek, balik yuk Ta." ajaku pada Ita. 



"Akhirnya seorang Rita bisa capek juga, ckckckckc." kata Ita tertawa gak percaya. 



"Batrenya habis kudu dicharger dulu, haha." Kataku, dengan nada masih semangat ngobrol.



Sampai di rumah Ita, dan kita sempat masak Nudel Auflauf. yummy!!! 
Ita banyak mewariskan T-shirt miliknya padaku. Aku senang sekali mendapat warisan T-shirt yang begitu banyak darinya. Ckck

Keesokan harinya...


Perjalanan Pulang ke RumahLebih tepatnya ke rumah Host Family 


Setelah sarapan dan semua sudah siap, lalu kita berangkat dengan barang bawaan yang begitu banyak, apalagi Ita yang akan mengungsi ke Jerman selama 2 minggu. Kita berjalan gontai mengejar Bis, sempat lari juga, tapi tetap saja kita ketinggalan Bis. 



Karena masih ada waktu ketika menunggu di halte bis kusempatkan foto-foto bersama gunung di sektiar situ. Ita hanya menunggu di halte. Tak lama bis tujuan kita datang, sebelumnya aku sempat berfoto juga di halte itu dengan menggunakan kamera milik Ita. Lalu kita bergegas dan masuk ke bis karena takut tertinggal. 



Di bis, aku sempat memotret gunung-gunung menggunakan kamera Ita. 



"Gak usah melihat isi tas lagi lah, lagian kamera ada di dalem, ntar aja aku liat kalo aku udah sampe stasiun." Pikirku dalam hati.

Kita sampai di Stasiun kereta Innsbruck. 
"Ta, kereta kamu bentar lagi berangkat, aku antar kamu dulu ya, lagian keretaku 1 jam lagi." kata Ita sambil mengantarku sampai Gleis dimana aku harus menunggu. 

"Hah...Ta kamera aku gak ada!!!" kataku sambil mengurak-urak isi tas. 

"Ah yang bener, jangan becanda ah Ta, aku capek neh." katanya gak percaya dengan apa yang aku bilang, karena memang aku gak pernah serius, jadi ketika aku benar-benar bicara serius kadang gak ada yang mempercayaiku.

"Bener Ta, serius liat aja sendiri !" sambil panik dan menunjukan isi tasku padanya.

Lalu Ita percaya setelah melihatnya sendiri, ini benar-benar di luar dugaan kata-kata yang ku ucapkan di bis, ada hubungannya dengan kejadian ini, andai aku memeriksa tasku, mungkin aku tau dimana kamera aku hilang. Lalu aku putuskan untuk kembali lagi ke halte di mana kita menunggu bis, karena kita berpikir kalau kameranya terjatuh di sana, akhirnya kereta yang sudah datang aku tinggalkan, Ita menungguku di stasiun, aku berlari tanpa henti berharap kalau kameraku masih ada. Ita meminjamkan tiket bus miliknya, tapi karena bis yang menuju halte itu masih lama, aku kembali lagi ke Stasiun untuk mengembalikan tiket bis milik Ita, karena sebentar lagi kereta menuju Jerman akan datang. 

"Ta...maaf yaa gak bisa nolong kamu, haduh mana di sini kamu gak ada temen, biar aku telpon Mbak Aseh." katanya menyesal. 

"Gpp kali ta, malah aku gak enak sama kamu, udah banyak nyusahin kamu ta, viel Spaß (have fun) ya ta di Jerman, doain aku ya Ta moga bisa ketemu lagi sama kameranya." Sambil berharap bisa menemukan kamera lagi. 

"Iyaaaa..pasti ta, oia...kamu jangan lupa, naek bis Sillpark ke Hungerburg Teransensildung jurusan Nordpark no. J, pokonya tar kabarin kalo ada apa-apa ok." Kata ita dengan tegasnya.

Lalu kita berpisah di stasiun kereta Innsbruck yang begitu besar, dan memiliki 41 Gleis (Peron). Ada perasaan sedih sedikit dan ingin menangis, di pikiranku hanya ada penyesalan dan terlintas lagu I think I love you Fullhouse. Aku terus berlari ke halte yang jaraknya agak jauh dari Stasiun kereta, akhirnya sampai dan masih ada waktu. Sebenarnya perasaanku mengakatakan kalau aku gak akan menemukannya lagi, tapi apa salahnya kita berusaha dulu, jangan menyerah, kalau sudah berusaha rasanya mungkin lega.

Tidak ada air mata jatuh, entah kenapa? yang biasanya aku cengeng dan cepat menangis tapi kali ini aku hanya diam. Aku hanya berpikir kalau aku ceroboh sekali, gak bisa jaga barang dengan baik, padahal kamera itu satu-satunya barang berarti pemberian Host Familiy ku dulu, ketika aku tinggal di Jerman, aku merasa sudah mengecewakan mereka. Gak peduli apa kamera itu berkualitas bagus, mahal atau murah, bagiku itu terserah, yang pasti aku sekarang sudah kehilangan. Kehilangan kenang-kenangan yang berharga.

Bis tiba, perjalanan hanya 15 menit, aku turun dan cepat berlari ke halte di mana aku sempat menunggu bis. Tapi harapanku sia-sia, ternyata di sana tidak ada kameraku. Sedih sekali. Aku pun kembali naik bis menuju stasiun kereta Innsbruck, dan segera pulang menuju St. Pölten kota dimana aku tinggal (St. Pölten, ibu kota Niederösterreich, provinsi terbesar di Austria, sekitar 50 menit dari Vienna). Di perjalanan aku gak bisa tersenyum, hanya terdiam dan menyesal. 

Ternyata di kereta yang aku tumpangi penuh, dan kebetulan semua tempat duduk sudah di pesan. Jadi aku hanya berdiri di kereta. Tak peduli dengan orang-orang yang melihatku, aku berdiri tepat di depan toilet kereta. Setelah 1 jam aku berdiri, rasanya capek juga, lalu aku duduk dia atas tas. Tak lama ada petugas toilet datang.

"Kenapa tidak duduk di kursi?" tanyanya ramah. 

"Semua sudah dipesan Pak." jawabku dan rasanya ingin menangis ada orang yang masih peduli. 

Tiba-tiba dia pergi. 

"Hey...sini ada tempat duduk untuk kamu." kata Pak petugas sambil memanggilku.

"Oh… terimakasih Pak." 

Akhirnya sampai di St. Pölten.

Sekarang aku pulang tanpa kamera, kamera yang biasa aku bawa kemana-mana, yang selalu ku ajak narsis, tidak bisa kulihat lagi, kangen biarpun baru satu hari kehilangan dia. Ternyata kita bisa sayang sama seseorang atau sesuatu setelah kita kehilangannya. Mungkin ini semua pelajaran buatku, agar lebih berhati-hati lagi!!! Sampai saat ini (September 2009) aku merasa kalau aku gak pernah kehilangan kamera. Aku ngerasa kalau dia masih ada bersamaku. 

Ketika kamera masih ada
narsis selalu depan kaca 2008

Perjalanan dan cerita yang begitu panjang, semoga kalian gak bosan ngebacanya.


Dan kalian sekarang mengerti kenapa di Blog ini gak ada banyak foto keindahan kota Brenner ataupun Innsbruck, karena foto-foto indah semuanya ada di kamera yang hilang.  Tapi keindahaan panoramanya masih tetap tersimpan di memory, sampai kapanpun, gak akan pernah terlupa ;) 
Sebagai gantinya foto di kota kelahiran komponis
ternama, Mozart.
Jujur pas baca kembali dan sambal koreksi gramatik cerita ini, tiba-tiba keluar air mata, ingat masa-masa indah dulu.

Kadang harus menangis ketika mengenang sesuatu yang indah. -Rita-





Berpose di depan Mozart
Salzburg, Austria 2009


Di depan Mirabell palace

bersama Ita di sekitar Mirabell palace



Comments

Popular posts from this blog

Sambal Goreng Tempe

Weekly Market

A Letter to Widji Thukul